Monday, March 22, 2010


Orang Indonesia memberikan nama Indonesia kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam budaya dan bahasa daerah, Indonesia tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian nama. Beberapa suku tertentu memiliki nama marga yang diturunkan dari orang tua ke anaknya. Suku-suku lain tidak mengenal nama keluarga.

Konsep nama keluarga tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya budaya Jawa. Karena itu, banyak orang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu nama pemberian. Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. Pemecahan yang biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.


Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya Batak dan Manado, misalnya, nama ayah diwariskan kepada anak-anaknya (patrilineal). Dalam budaya Minangkabau, nama yang diwariskan adalah nama ibu (matrilineal). Beberapa nama yang berasal dari bahasa Arab telah diserap menjadi bagian nama Indonesia, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dsb.

Kemudian orang Jawa, Bali dan beberapa orang Madura serta Sunda juga sering menggunakan nama yang berasal dari bahasa Sansekerta. Orang-orang Tionghoa dalam mengindonesiakan nama Tionghoa seringkali menggunakan nama-nama Sansekerta pula. Beberapa contoh: awalan su (misalkan Soeharto, Soekarno, Sumantri, Sudono dll.), Arya, Cakra, Gunawan, Iwan, Santosa, Setiawan, Puspa, Ratna, Retno, Sita, Sinta, Sundari, Wati, Wijaya, Wisnu dsb.


NAMA PANGGILAN

Masyarakat Indonesia memanggil satu sama lain dengan menggunakan panggilan kehormatan (menurut usia). Hingga saat ini, memanggil orang dengan nama depannya langsung dianggap hanya pantas dilakukan untuk memanggil orang sebaya atau lebih muda. Memanggil orang dengan nama belakangnya mulai digunakan menirukan tata cara orang Eropa dan Amerika. Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya untuk berjaga-jaga digunakan panggilan kehormatan juga.

Untuk wanita yang jauh lebih tua panggilan yang dipergunakan biasanya adalah Bu, Ibu, Bi, Bibi, Tante, A-i, dll. Untuk wanita yang sedikit lebih tua panggilan yang umum dipergunakan adalah Teh atau teteh (sunda) Mbak (jawa), Cik, Kak, Saudari, dll.

Untuk pria yang jauh lebih tua panggilan yang dipergunakan biasanya adalah Pak, Bapak, Paman, Om, Suk, dll. Untuk pria yang sedikit lebih tua panggilan yang umum dipergunakan adalah Kang, Akang, Aa (Sunda) Mas, Bang, Bung, Kak, Saudara , dll.

Untuk memanggil orang yang jauh lebih muda, biasa yang digunakan adalah nama depan mereka atau nama panggilan kekeluargaan mereka. Jika nama mereka tidak diketahui, panggilan yang dipergunakan biasanya adalah "Dik, Adik, Saudara/Saudari".

Untuk panggilan orang ketiga yang sopan digunakan istilah "beliau".


PEMBENTUKAN NAMA

Banyak orang Indonesia memiliki tatacara penamaan yang unik, tidak seperti nama-nama Eropa yang umumnya menggunakan formula [nama depan]-[nama tengah]-[nama keluarga]. Nama-nama yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka bervariasi tergantung dari asal pulau, suku, kebudayaan, bahasa, dan pendidikan yang diterima orang tua mereka. Masing-masing suku bangsa di Indonesia biasanya memiliki cara penamaan yang spesifik dan mudah dikenali, misalnya nama-nama yang berawalan Su- atau Soe- yang hampir selalu menunjukkan sang penyandang nama berasal dari keluarga Jawa / lahir di Jawa (nama Jawa). Beberapa suku bangsa juga mempraktekkan pemberian nama keluarga ala negara-negara Eropa, contohnya adalah Marga Batak.

Keluarga-keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka tidak jarang mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.

Secara umum, ada empat cara penamaan yang umumnya digunakan di Indonesia, dan contoh yang digunakan adalah keenam presiden Indonesia, yang kebetulan mewakili setiap kategori:

- Nama tunggal, seperti Soekarno dan Suharto
- Nama jamak tanpa nama keluarga, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (ayahnya bernama Raden Soekotjo, namun beliau mengadopsi tatanama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang Yudhoyono)
- Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti Baharuddin Jusuf Habibie (namun anak-anaknya tidak memiliki nama belakang Habibie).
- Nama jamak menggunakan sistem patronymik (lihat Nama#Nama patronymik):
* Ala Eropa: Megawati Soekarnoputri dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya: Soekarno diberi imbuhan -putri (atau -putra)
* Ala Timur Tengah: Abdurrahman Wahid yang menggunakan nama ayahnya: Wahid Hasyim (yang juga menggunakan nama ayahnya Hasyim Asyari). Ia juga mem'fosil'kan nama belakangnya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang Wahid.

Lihat pembahasan lebih lanjut di bawah.


SISTEM PENAMAAN

Hingga akhir abad ke-20 kebanyakan orang Indonesia tidak memiliki nama keluarga. Biasanya anak-anak mewarisi nama ayah mereka (atau ibu mereka di kebudayaan Minangkabau). Wanita yang menikah sebagian mengadopsi nama suami mereka, namun tidak jarang yang tetap menggunakan nama belakang mereka, atau sama sekali tidak mengadopsi nama suami mereka. Maka dari itu seringkali suami istri memiliki nama belakang yang berlainan.

Nama keluarga memiliki banyak sekali variasi. Rakyat Sumatra Utara memiliki nama klan mereka sendiri-sendiri, rakyat Jawa sebagian hanya memiliki nama tunggal (kadang-kadang diikuti nama ayah mereka - patronymik), orang Tionghoa-Indonesia memiliki nama Tionghoa. Karena hal itulah maka sistem pengurutan yang digunakan di Indonesia (seperti di buku telepon) hampir semuanya mengurutkan nama-nama berdasarkan nama depan orang, dan orang Indonesia terbiasa berpikir / mementingkan nama depan seseorang daripada nama belakang mereka ─ terbalik dengan negara Eropa-Amerika yang mementingkan nama belakang seseorang dan mengurutkan nama-nama berdasarkan nama belakang mereka.

Nama tunggal

Contoh:
- Nama anak Soeharto
- Nama ayah Kertosudiro
- Nama ibu Sukirah

Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Soeharto anak Kertosudiro dan Sukirah Anak yang lahir tanpa ayah (anak haram) hanya akan tertulis nama ibunya: Soeharto anak Sukirah Pada rapor sekolah namanya akan tertulis: Soekarno anak Soekemi Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Soekarno

Nama jamak tanpa nama keluarga

Contoh:
- Nama anak Siti Hartinah
- Nama ayah Soemohardjo
- Nama ibu Hatmanti

Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Siti Hartinah anak Soemohardjo dan Hatmanti Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Siti Hartinah

Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang

Contoh:
- Nama anak Baharuddin Jusuf Habibie
- Nama ayah Alwi Abdul Jalil Habibie
- Nama ibu Tuti Marini Puspowardojo

Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Baharuddin Jusuf Habibie anak Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardojo. Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Baharuddin Jusuf Habibie

Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Eropa

Contoh:
- Nama anak Megawati Soekarnoputri
- Nama ayah Soekarno
- Nama ibu Fatmawati

Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Megawati Soekarnoputri anak Soekarno dan Fatmawati Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Megawati Soekarnoputri

Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Timur Tengah

Contoh:
- Nama anak Abdurrahman Wahid
- Nama ayah Wahid Hasyim
- Nama ibu Sholehah

Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Abdurrahman Wahid anak Wahid Hasyim dan Sholehah Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Abdurrahman Wahid


PENGUBAHAN NAMA

Di negara-negara yang menerapkan sistem [nama depan]-[nama belakang] dalam basis data mereka, kerap kali orang Indonesia yang bernama tunggal harus mengganti nama mereka (selama mereka berada di negeri tersebut) agar sesuai dengan sistem yang berlaku. Untuk orang Indonesia yang hanya memiliki nama tunggal, beberapa negara menambahkan kata "Tidak diketahui" sebagai nama depan atau nama belakang mereka, atau mengulangi nama tersebut dua kali.

Belanda

Untuk orang yang bernama tunggal diberi nama belakang Onbekend (yang berarti "Tidak diketahui"), demikian pula untuk orang yang bernama jamak namun nama belakangnya berbeda dengan ayahnya. Orang yang memiliki nama keluarga juga dapat diberi nama belakang ini jika akta kelahirannya menggunakan nama yang berbeda.

Menggunakan contoh di atas, maka orang-orang tersebut akan diberi nama:
1. Soeharto Onbekend
2. Siti Hartinah Onbekend
3. Baharuddin Jusuf Habibie atau Baharuddin Jusuf Habibie Onbekend (jika aktanya berbeda)
4. Megawati Soekarnoputri Onbekend
5. Abdurrahman Wahid Onbekend

Jerman

Di Jerman, orang yang bernama tunggal diberi nama depan dan nama belakang nama tersebut. Contoh: orang yang bernama Soekarno di dokumen resmi namanya akan dituliskan Soekarno Soekarno atau S. Soekarno

Amerika Serikat

Di Amerika Serikat ada tiga metode untuk merubah nama tunggal:
1. Membubuhi singkatan FNU (atau Fnu - singkatan dari First Name Unknown - "Nama Depan Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama belakang; hal ini membuat beberapa orang menyangka bahwa nama Fnu adalah nama yang umum digunakan di Indonesia.
2. Membubuhi singkatan LNU (atau Lnu - singkatan dari Last Name Unknown - "Nama Belakang Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama depan; hal ini sebaliknya membuat beberapa orang menyangka bahwa Lnu adalah nama keluarga yang umum di Indonesia.
3. Sama seperti Jerman menggunakan nama yang sama dua kali, sebagai nama depan dan nama belakang.


ASAL NAMA

Nama keluarga lokal

Ada beberapa suku bangsa di Indonesia yang menggunakan sistem nama keluarga yang diwariskan turun-temurun.
@ Nama keluarga Batak
@ Nama keluarga Minangkabau
@ Nama keluarga Minahasa
@ Nama keluarga Ambon
@ Nama keluarga Timor
@ Nama keluarga Nias
@ Nama keluarga Dayak
@ Nama keluarga Toraja

Nama patronimik

Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat Nama) tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki, atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang mempopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden Soekarno: Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Guruh Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri.

Nama matronimik

Sistem ini hampir sama dengan patronymik namun menggunakan nama sang ibu karena menganut sistem kekerabatan matrilineal. Suku Minangkabau adalah kelompok suku matrilineal terbesar di dunia dan adalah suku terbesar keempat di Indonesia. Kebiasaan seperti ini sangatlah unik di tengah-tengah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Nama Aceh

Nama Islam memiliki keunikan tersendiri karena Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam dan hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Kebudayaan Islam yang telah mengakar di Aceh dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas Cut, Teuku, Nyak, dan lain-lain.

Nama Aceh biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Aceh beragama Islam.

Nama Bali

Nama Bali memiliki keunikan tersendiri karena Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Hindu. Kebudayaan Hindu yang telah mengakar di Bali dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas I Gede, I Made, I Ketut, I Bagus, dan lain-lain.

Nama Bali biasanya identik dengan agama Hindu, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Bali beragama Hindu.

Nama Tionghoa

Nama Tionghoa khususnya digunakan oleh masyarakat Tionghoa-Indonesia. Kebanyakan di antara mereka yang menggunakan nama Indonesia memiliki dua nama, yang satu adalah nama yang tertulis di akte kelahirannya (nama Indonesia / nama Tionghoa dengan aksara Latin, biasanya digunakan ejaan suku asal mereka) dan nama Tionghoa asli mereka yang diwariskan secara turun temurun (tidak tercatat dalam dokumen resmi manapun, hanya dihafalkan oleh keluarga saja).

Seiring dengan modernisasi, banyak keluarga-keluarga Tionghoa-Indonesia muda yang mulai meninggalkan tradisi menamai anak-anak mereka dengan nama Tionghoa. Mereka yang mendapat pendidikan Barat biasanya mengadopsi tatacara penamaan Barat untuk keluarga yang mereka bangun, kecuali generasi orang tua mereka ikut campur tangan.

Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, untuk mengasimilasi etnis/suku Tionghoa-Indonesia ke dalam tatanan masyarakat setempat, maka dikeluarkanlah peraturan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama Indonesia. Hal ini menciptakan kesulitan dan kebingungan di kemudian hari dan sama sekali tidak membantu proses asimilasi karena nama yang digunakan biasanya bercorak Eropa dan nama marga Tionghoa yang diindonesiakan tetap menunjukkan jati diri kesukuan mereka. Secara umum ada dua reaksi terhadap peraturan baru tersebut: kelompok yang merubah nama mereka (untuk alasan yang berbeda-beda), contohnya Liem Sioe Liong yang mengganti namanya menjadi Sudono Salim dan kelompok yang mempertahankan nama mereka, hanya tidak menggunakan karakter Tionghoa, namun huruf Latin (yang khas Indonesia, karena dipengaruhi cara pengejaan setempat), contohnya Liem Swie King dan Kwik Kian Gie. Sementara kelompok yang kedua hanya memiliki satu nama saja dan nama keluarganya terletak di depan, kelompok yang pertama mempertahankan kedua-dua nama mereka dan mempergunakannya silih berganti sesuai dengan keadaan. Nama keluarga kelompok yang pertama juga diletakkan di belakang, dan tidak ada konsensus resmi (dikarenakan minimnya komunikasi dan persebarannya di seluruh Indonesia) tentang transliterasi dari marga Tionghoa resmi (Liem, Tio, Kwik, dll) menjadi ejaan Indonesia (Liem menjadi Salim, Halim, Limawan, dll).

Nama Arab

Nama Arab khususnya digunakan oleh masyarakat Arab-Indonesia dan penganut Islam yang lainnya. Keturunan orang Arab yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga Arab mereka (contoh: Assegaf, Shihab, dll). Nama-nama depan yang bernuansa Arab cukup populer digunakan oleh orang Indonesia karena latar belakang agama Islam yang kental pada nama-nama Arab seperti Amir, Rashid, Saiful, Bahar, yang bervariasi tergantung ejaan masing-masing daerah asal mereka. Nama-nama tersebut selain dipakai sebagai nama depan juga tidak jarang digunakan sebagai nama belakang atau nama keluarga.

Nama Arab biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Arab beragama Islam.

Nama India

Nama India khususnya digunakan oleh masyarakat India-Indonesia. Keturunan orang India yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga India mereka (contoh: Punjabi, Azhari, Haque, Sinivasan, Singh, dll). Banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu, meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti "Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "Susilo Bambang Yudhoyono", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.

Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga di kalangan masyarakat Batak Karo, seperti Brahmana dan Gurusinga yang bernuansa India, menunjukkan warisan tersebut.

Nama Eropa

Pemeluk agama Katolik (dan juga kadang Protestan) biasanya menggunakan nama baptis bercorak Latin (contoh: Johannes, Paulus, Antonius, Anastasia), sementara pemeluk agama Protestan (dan juga kadang Katolik) biasanya memberikan nama anak mereka nama-nama dalam bahasa Inggris (contoh: George, Harry, John, Stephanie, Melinda). Kelompok yang ketiga menggunakan nama-nama, baik Latin maupun Inggris, dan mengindonesiakannya (contoh: Antoni, Heri, Joni, Stefani). Masyarakat non-Kristen Indonesia juga terkadang menggunakan nama-nama asing yang tidak begitu berhubungan dengan kekristenan (contoh: Tony, Julie).

Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.

Kombinasi

Karena keragaman budaya di Indonesia, tidak jarang ditemui kombinasi nama-nama di atas seperti Ricky Hidayat (Inggris-Arab) atau Lucy Wiryono (Inggris-Jawa).


Courtesy : Wiki




1 komentar:

Silahkan berkomentar disini, tapi jangan ngarepin komentar balik dari saya....ha ha ha. Semoga komentar anda dibalas dengan semakin populernya blog anda dimana-mana.....karena komentar adalah sebagian dari perjuangan.

Daftar isi